07 Januari 2012

Mual pada saat Kehamilan


Kehamilan merupakan sebuah siklus yang dialami oleh wanita. Saat kehamilan, gejala yang dapat dikatakan cukup mengganggu terkadang dialami di antaranya mual (morning sickness) pada saat hamil muda (1 sampai dengan 2 bulan). Menurut dunia kedokteran modern, penyebab mual adalah akibat peningkatan kadar hormon Progesteron dan HCG (human chorionic gonadotrophine) dalam serum darah ibu. yang dapat menyebabkan morning sickness. Peningkatan Hormon Progesteron memengaruhi sistem pencernaan ibu hamil. Hormon ini memperlambat semua fungsi metabolisme termasuk sistem pencernaan. Akibatnya, proses mencerna makanan membutuhkan waktu lebih lama yang pada ujungnya memicu rasa mual. (oketips)

Apabila berkepanjangan, patut dicurigai adanya infeksi bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini dapat dikatakan cukup berbahaya karena apabila tidak dilakukan perawatan secara intensif dapat menyebabkan ibu hamil mengalami mual-muntah hingga usia kandungan 20 minggu. Salah satu tandanya adalah apapun yang dikonsumsi akan dimuntahkan kembali. Kondisi ini bisa mengganggu aktivitas ibu hamil sehari-hari.

Cara Mengatasi
Pertama, jangan makan sekaligus dalam porsi yang besar, tapi cobalah untuk makan sedikit-sedikit dalam porsi kecil namun sering. Hal ini untuk mencegah perut kosong dan mempertahankan kestabilan kadar gula darah. Makanlah banyak makanan yang tinggi karbohidrat, dan tinggi protein. Jangan lupa untuk mengonsumsi buah-buahan dan sayur sebagai pelengkap gizi seimbang.
Kedua, konsumsi suplemen yang mengandung vitamin B6 untuk mengurangi mual yang berlebihan. Hindari makanan yang berbau tajam, rokok, dan bau yang menyengat lainnya. Hindari bergerak dengan gerakan refleks dan cepat. Bergeraklah perlahan-lahan, terutama saat bangun pagi.(uraeka)
Ketiga, mengkonsumsi pereda mual tradisional seperti jahe, kencur, pala sesuai selera anda, misalnya dibuat minuman ataupun langsung dikunyah. Ada juga jenis perede mual tradisional lainnya yaitu daun dadap  (4 lmbar) dan daun asam yang masih muda (2 lembar). Cara menggunakannya: Rebuslah bahan-bahan diatas dengan air yang diperlukan sampai mendidih. Biarkan saja sampai airnya tinggal kira-kira 1 gelas saja. Setelah itu angkat dan dinginkan. Minumlah ramuan ini kepada ibu yang menderita tersebut setiap hari 3 ka!i, dengan dosis sekali minum sebanyak 1/4 geias. (obatkuno)


06 Januari 2012

Kersen


Kersen (latin: Muntingia calabura) merupakan jenis tanaman yang sangat mudah tumbuh. tinggi sampai 12 m, meski umumnya hanya sekitar 3-6 m saja. Selalu hijau dan terus menerus berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Cabang-cabang mendatar, menggantung di ujungnya; membentuk naungan yang rindang. Ranting-ranting berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar; demikian pula daunnya. Daun-daun terletak mendatar, berseling; helaian daun tidak simetris, bundar telur lanset, tepinya bergerigi dan berujung runcing, 1-4 × 4-14 cm, sisi bawah berambut kelabu rapat; bertangkai pendek. Daun penumpu yang sebelah meruncing bentuk benang, lk. 0,5 cm, agak lama lalu mengering dan rontok, sementara sebelah lagi rudimenter (wikipedia). Akar pohon kersen tergolong menjalar hingga terkadang, apabila berada dekat rumah dapat mengakibatkan retak pada dinding atau lantai. Pertumbuhan pohon ceri sangat cepat, dalam waktu kurang dari 3 tahun pohon ini sudah bisa mencapai tinggi 5-10 meter. Dan tentu saja semakin cepat pula memenuhi keinginan  penanamnya untuk memberikan keteduhan dari rimbunnya dedaunan pohon ceri/ kersen.

Zat-zat yang terkandung dalam kersen
Air (77,8 gram), Protein (0,384 gram), Lemak (1,56 Gram), Karbohidrat (17,9 gram), Serat (4,6 gram), Abu (1,14 gram), Kalsium (124,6 mg), Fosfor (84mg), Besi (1,18 mg), Karoten (0,019g), Tianin (0,065g), Ribofalin (0,037g), Niacin (0,554 g) dan kandungan Vitamin C (80,5 mg) nilai Energi yang dihasilkan adalah 380KJ/100 gram, (shvoong)

Manfaat Daun dan Buah Kersen
  1. Segi kandungan gizinya buah kersen tidak kalah dengan buah yang lain misalnya mangga. Kandungan vitamin C buah mangga 30 mg, sedangkan pada buah kersen 80,5 mg, selain itu kandungan kalsium pada buah kersen 124,6 mg, jauh lebih banyak dari buah mangga yang hanya 15 mg. Dengan memakannya sebanyak 5 - 10 butir buah kersen yang sudah matang, busang air besar langsung lancar kembali. (indonesiaindonesia)
  2. Antiseptik – Rebusan daun kersen ini ternyata mempunyai khasiat dapat membunuh mikroba atau sebagai antiseptik. Rebusan daun kersen terbukti dapat membunuh bakteri sbb: C. Diptheriae , S. Aureus, P. Vulgaris, S. Epidemidis, dan K. Rhizophil. Diduga aktivitas anti bakteri dari daun kersen ini disebabbkan oleh adanya kandungan senyawa seperti tanin, flavonoids dan saponin yang dimilikinya.
  3. Antiinflamasi – Rebusan daun kersen juga mempunyai khasiat untuk mengurangi radang (antiinflamasi) dan juga menurunkan panas.
  4. Antitumor – Daun kersen dilaporkan juga mempunyai efek anti tumor, dimana kandungan senyawa flavonoid yang dipunyai daun kersen ini ternyata dapat menghambat pertumbuhan sel kanker secara invitro/laboratoris.
  5. Anti Uric Acid (Asam Urat) – Di Indonesia secara tradisional buah kersen telah digunakan untuk mengobati asam urat dengan cara mengkonsumsi buah kersen sebayak 9 butir 3 kali sehari. Hal ini terbukti dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakit asam urat tsb.
  6. Antidiabetes – 50 – 100 g daun kersen yang telah dicuci bersih direbus dalam 1 liter air hingga mendidih dan tersisa separuhnya. Hasil rebusan itu diminum 2 kali sehari. Jika menggunakan ekstrak daun kering, 2 – 5 g diseduh dalam 200 ml air. (shvoong)

Jengkol

Ciri-Ciri
 
Jering atau jengkol (Archidendron pauciflorum, sinonim: A. jiringa, Pithecellobium jiringa, dan P. lobatum). Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae. Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap. Tanaman ini biasa dijumpai di wilayah Asia Tenggara. Bijinya digemari di Malaysia, Thailand, dan Indonesia sebagai bahan pangan (Wikipedia). Jengkol tergolong jenis pohon besar menjulang karena dapat mencapai tinggi 10-26 meter. Warna buahnya lembayung tua. Setelah tua, bentuk polong buahnya menjadi cembung dan di tempat yang mengandung biji ukurannya membesar. Tiap polong dapat berisi 5-7 biji. Bijinya berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap.


Manfaat Jengkol

Beberapa unsur penting untuk tubuh yang terkandung dalam jengkol di antaranya:
1. Kalsium
kandungan kalsium jengkol tergolong tinggi, yaitu 140 mg/ 100 g. Kalsium sendiri dapat berfungsi untuk mengatur proses biologis dalam tubuh serta mampu membantu pembentukan tulang dan gigi. Pada usia dewasa, mengkonsumsi kalsium (800 mg per hari) sangat perlu untuk menjaga kesehatan tulang. Sedangkan di masa pertumbuhan, kandungan kalsium sangat penting untuk membentuk tulang yang kuat. 
2. Karbohidrat
3. Vitamin A
4. Vitamin B
5. Minyak atsiri
6. Protein
Jengkol merupakan sumber protein yang baik, yaitu 23,3 g per 100 g bahan. Kadar proteinnya jauh melebihi tempe yang selama ini dikenal sebagai sumber protein nabati, yaitu hanya 18,3 g per 100 g. Kebutuhan protein setiap individu tentu saja berbeda-beda. Selain untuk membantu pertumbuhan dan pemeliharaan, protein juga berfungsi membangun enzim, hormon, dan imunitas tubuh. Karena itu, protein sering disebut zat pembangun.
7. Fosfor
Kandungan fosfor pada jengkol (166,7 mg/100 g) juga sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, serta untuk penyimpanan dan pengeluaran energi.
8. Zat Besi.
Jengkol mengandung 4,7 g per 100 g. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia. Gejala-gejala orang yang mengalami anemia defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemah, pucat dan kurang bergairah, sakit kepala dan mudah marah, tidak mampu berkonsentrasi, serta rentan terhadap infeksi. Penderita anemia kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah sulit menelan.

Beberapa penyakit yang dapat ditangani dengan konsumsi jengkol adalah penderita diabetes, anemia dan sangat baik untuk pembentukan tulang dan gigi. Berdasarkan penelitian Soemitro (1987), senyawa aktif dalam kulit halus buah cenderung menunjukkan efek penurunan kadar gula darah yang besar, sehingga baik untuk penderita diabetes. (OL-08) (Media Indonesia)


Zat Berbahaya dalam Jengkol 

1. Asam Jengkolat
Asam jengkolat merupakan salah satu komponen yang terdapat pada biji jengkol. Strukturnya mirip dengan asam amino (pembentuk protein), tetapi tidak dapat dicerna. Oleh karena itu tidak dapat memberikan manfaat apa-apa pada tubuh. Bahkan pada berbagai buku kimia pangan, asam jengkolat dianggap sebagai salah satu racun yang dapat mengganggu tubuh manusia. Kandungan asam jengkolat pada biji jengkol bervariasi, tergantung pada varietas dan umur biji jengkol. Jumlahnya antara 1 – 2 % dari berat biji jengkol. Tetapi yang jelas asam jengkolat ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Penyebabknya adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan dapat menyumbat saluran air seni. Jika kristal yang terbentuk tersebut semakin banyak, maka kelama-lamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat mengeluarkan air seni. Bahkan jika terbentuknya infeksi yang dapat menimbukan gangguan-gangguan lebih lanjut.. Asam jengkolat mempunyai struktur molekul yang menyerupai asam amino sistein yang mengandung unsur sulfur, sehingga ikut berpartisipasi dalam pembentukan bau. Molekul itu terdapat dalam bentuk bebas dan sukar larut ke dalam air. Karena itu dalam jumlah tertentu asam jengkolat dapat membentuk kristal.

2. Asam Amino
Asam-asam amino yang terkandung di dalam biji jengkol. membuat bau busuk yang sangat mengganggu Asam amino itu didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur Sulfur (S). Ketika terdegradasi atau terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil, asam amino itu akan menghasilkan berbagai komponen flavor yang sangat bau, karena pengaruh sulfur tersebut. Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau. (halalguide)


Kuliner yang Menggunakan Bahan Dasar Jengkol

1. Semur Jengkol
Bahan :
    * 1 kg jengkol tua/ranum
    * 1/2 sdt makan kopi (buat menghilangkan bau)
    * Kapur sirih secukupnya
    * Air untuk merebus

Bumbu :
    * 10 bawang merah kecil (atau 4 yang besar)
    * 6 bawang putih (atau 3 yang besar)
    * 5 butir kemiri
    * 1 sdt ketumbar
    * 1/2 sdt biji lada
    * 1/4 sdt jinten
    * HALUSKAN

Bumbu tambahan :
    * 3 butir cengkeh
    * 1/4 butir pala, parut
    * 2 butir kapulaga bulat
    * Garam secukupnya

Cara Memasak  :
   1. Rebus jengkol dengan kopi dan kapur sirih
   2. Setelah matang, kuliti dan geprek menjadi gepeng, sisihkan
   3. Tumis bumbu halus
   4. Masukkan jengkol
   5. Masukkan cengkeh, kapulaga, parutan pala
   6. Tambah kecap dan air
   7. Masak sampai mengental dan matang
   8. Tambahkan garam, rasakan
   9. Sajikan dengan taburan bawang goreng (resepoke)


2. Jengkol Balado

Bahan
  • ¼ kg jengkol yang matang
  • Minyak goreng
  • Air untuk merebus
  • 1/2 sendok teh kopi bubuk


Bumbu yang dihaluskan :
  • 250 gr cabe - giling kasar
  • 125 gr bawang merah - iris
  • 2 buah tomat - iris dadu
  • 1 lembar daun salam
  • 1 sdt jeruk lemon
  • Garam secukupnya
Cara Membuatnya:
  1. Rebus jengkol, setengah matang masukkan kopi bubuk, rebus sampai empuk.
  2. Pukul-pukul pelan , agar sehingga bentuknya sedikit pipih
  3. Panaskan minyak. Masukkan jengkol goreng sebentar . Lalu angkat.
  4. Untuk bumbu yang dihaluskan, panaskan minyak lalu masukkan bumbu halus, goreng sampai bau menyengat cabe hilang. Masukkan air jeruk lemon, daun salam dan garam.
  5. Matikan kompor, tunggu sebentar lalu masukkan jengkol dan aduk hingga tercampur rata. (detikfood)


3. Gulai Jariang (Jengkol)

Bahan Yang Dibutuhkan
    * 2 ons jengkol

Bahan Bumbu
    * 12 butir bawang merah
    * 16 buah cabe merah
    * 6 buah kemiri
    * 3 lembar daun salam
    * 2 ruas jari lengkuas
    * santan kental dan cair dari 2 buah kelapa tua
    * gula putih secukupnya
    * garam dan penyedap secukupnya

Cara Membuat
  1. Rendam jengkol dalam air kelapa selama 10 menit agar jengkol tidak berbau menyengat, kemudian cuci sampai bersih.
  2. Haluskan semua bumbu kecuali lengkuas dan daun salam.
  3. Tumis bumbu yang sudah dihaluskan itu di atas minyak yang cukup panas sampai berbau harum.
  4. Masukkan jengkol dan tuang santannya. Tambahkan lengkuas dan daun salam.
  5. Aduk terus agar santan tidak pecah, tunggu beberapa saat hingga jengkol matang.
  6. Jika santan sudah mulai mengental, masukkan gula putih dan penyedap. Aduk sebentar dan angkat.
  7. Hidangan siap disantap dengan nasi hangat. (reseprecipe)


4. Sambal Goreng Jengkol
Bahan :
    * Jengkol rebus 250 gram, iris tipis, goreng
    * Cabai merah 2 buah, iris panjang tipis, goreng
    * Air asam 1 sdt
    * Daun salam 1 lembar
    * Lengkuas 1 cm, memarkan
    * Gula merah sisir 2 sdt
    * Minak goreng 2 sdm
    * Gula pasir 1 sdt

Bumbu halus :
    * Bawang putih 2 siung
    * Bawang merah 4 butir
    * Cabai merah 2 buah
    * Cabai rawit 2 buah
    * Garam secukupnya

Cara Membuat :
1. Panaskan minyak, tumis bumbu halus, daun salam dan lengkuas hingga harum.
2. Tambahkan gula merah, gula pasir dan air asam, masak hingga kental.
3. Tambahkan jengkol dan cabai merah. Masak hingga bumbu meresap. (anekaresepmasakan)


5. Goreng Jariang (Jengkol)
Bahan:
• 20 jengkol yang tua
• 15 cabai merah
• 8 bawang merah
• Sedikit terasi
• Garam dan minyak untuk menumis

Cara membuat:
1. Jengkol direbus dengan banyak air sampai kulit mengelupas. 
2. Tiriskan, lalu rebus lagi dengan dibubuhi sedikit garam. 
3. Angkat, tiriskan. 
4. Jengkol dikeprek sampai agak pecah-pecah,
5. Goreng dengan minyak yang sedang panasnya. 
6. Cabai, bawang, terasi, dan garam digerus kasar. 
7. Tumis dengan minyak bekas menggoreng jengkol sampai matang, 
8. Masukkan jengkol goreng. 
9. Ratakan, lalu angkat. (cuekwordpress)


6. Rendang Jengkol

Bahan :
  • 500gr jengkol,(yg sebelumnya sudah direndam dalam air selama semalam dan kemudian direbus sampai ½ empuk.
  • Tiriskan,memarkan satu persatu tp jgn sampai hancur agar nantinya bumbu meresap kedalam jengkol tsb
  • 500ml santan kental dari ½ kelapa
  • 2 buah daun salam
  • 2 cm jahe,memarkan
  • 1 ruas serai,memarkan
  • 1/2 sdt bumbu penyedap
  • Garam secukupnya
  • 1/2 sdt gula pasir
  • 1 gelas air
Bumbu yg dihaluskan :
    * 10 siung bawang
    * 5 siung bawang putih
    * 6 buah cabai merah,buang bijinya
    * 4 buah kemiri,sangrai
    * 2 cm kunyit,bakar
    * Bahan pelengkap:Bawang merah goreng

Cara membuat :
  1. Tumis bumbu halus,daun salam,jahe,serai sampai harum dan matang kemudian masukan jengkol yg sudah dimemarkan tadi aduk masukan air dan biarkan sampai jengkolnya benar-benar empuk.
  2. Masukan santan tadi sedikit demi sedikit,aduk agar santan tidak pecah.masukan garam,gula pasir dan bumbu penyedap.Diamkan dan sesekali aduk sampai bumbu meresap dan mengental.
  3. Sajikan dengan taburan bawang merah goreng. (sitekno)


7. Jengkol Kecap Pedas

Bahan:
   - 15 butir jengkol
   - 2 sendok makan kecap manis
   - 1 sendok makan kecap asin
   - Gula merah secukupnya
   - Penyedap rasa secukupnya
   - Garam secukupnya

Bumbu yang dihaluskan:
   1. 20 butir cabai kriting
   2. 3 siung bawang merah
   3. 3 siung bawang putih
   4. 1 butir tomat

Cara Membuat Resep Masakan Jengkol Kecap Nan Pedas:
  1. Rebus jengkol dan beri sedikit garam.
  2. Jika jengkol sudah empuk angkat dan tiriskan.
  3. Jengkol yang sudah ditiriskan dimemarkan (dipukul-pukul).
  4. Panaskan minyak dan tumis bumbu yang dihaluskan hingga wangi.
  5. Masukkan jengkol yang telah dimemarkan, kecap manis, kecap asin, gula merah, garam dan penyedap rasa.
  6. Aduk dan siap dihidangkan.
Tips:
Masakan ini bisa dibuat dengan dua cara sesuai selera, yaitu:
   1. Berkuah, tinggal dalam memasaknya ditambah air
   2. Kering. Diamkan bersama nasi hangat, lalap, sambal dan ikan asin. (resepmasakanmu)


8. Kalio Jengkol

Bahan Yang Dibutuhkan
    * 1 kg jengkol yang sudah tua
    * 6 gelas santan dari 2 butir kelapa

Bahan Bumbu
    * 4 siung bawang putih
    * 15 buah cabe merah
    * 1 ruas jari jahe
    * 1 ruas jari lengkuas, dimemarkan
    * 2 lembar daun kunyit, dimemarkan
    * 2 batang serai, dimemarkan
    * 1 ruas jari kunyit
    * garam dan penyedap secukupnya

Cara Membuat
  1. Agar jengkol tidak getir, rendam jengkol dalam air kelapa sekitar 1 jam.
  2. Rebus jengkol hingga empuk. Kupas kulitnya dan belah jengkol menjadi 2 bagian.
  3. Semua bumbu dihaluskan, kecuali daun kunyit, lengkuas, dan serai.
  4. Panaskan santan dalam panci dan masukkan semua bumbu. Masukkan jengkol.
  5. Masak santan pada api sedang dan aduk terus agar santan tidak pecah. Tambahkan garam dan penyedap.
  6. Tunggu hingga bumbu meresap dan santan mengental. Jika sudah matang, angkat dan sajikan. (reseprecipe)

9. Semur Jengkol ala Betawi

Bahan-Bahan:
  • 250 gr Jengkol
  • 2 cm Kayu Manis
  • 50 ml Kecap Manis
  • 1 sdt Garam
  • 1 sdm Gula Pasir
  • 250 ml Air
  • Minyak Goreng secukupnya
Bahan bumbu (haluskan) :
  • 3 siung Bawang Putih
  • 4 bh Bawang Merah
  • 1 sdm Ketumbar
Cara Membuat :
  1. Rebus jengkol lalu kupas kulitnya dan pukul-pukul hingga sedikit pecah.
  2. Panaskan minyak goreng kemudian tumis bumbu yang dihaluskan, beri garam, gula pasir dan kayu manis. Tumis hingga harum.
  3. Masukkan kecap manis, tumis kembali hingga mendidih.Masukkan jengkol, aduk perlahan. Tambahkan air, masak hingga bumbu meresap dalam jengkol.
  4. Angkat dan hidangkan. (kulinernusantara)

10. Semur Jengkol ala Jawa Barat

Bumbu :
  • 2 Sendok makan bawang merah
  • 1 sendok teh bawang putih
  • 3 sendok makan lombok merah
  • 5s/d 6 butir lada
  • 4 sendok makan kecap
  • +-1 sendok makan garam
Cara buat :
1. Kupas jengkol kemudian dicuci dan belah jadi dua
2. Rebus/godok sampe masak.
    Setelah masak buang sisa air rebusannya kemudian cuci lagi
3. Halusskan bumbu bumbu, tumislah
4. Masukkan jengkol, tuangkan ½ gelas air
5. Tambahkan ketjap/kecap (rembes)


11. Kerupuk Jengkol

Bahan-bahan:
  • Jengkol
  • Air
  • Garam (sesuai selera)
Cara Pembuatan
  1. Jengkol dikupas, lalu direbus setelah ditambahi garam.
  2. Tunggu sampai air mendidih dan kulit ari jengkol sudah mengelupas.
  3. Ambil satu belahan jengkol lalu ‘ditokok-tokok’ (dimemarkan) di atas batu lado, sampai pipih (tebalnya sekitar 1 mm), lalu jemur di tempat yang terkena sinar matahari dan bersih.
  4. Setelah kering, lap kerupuk jengkol yang sudah dijemur tersebut.
  5. Kerupuk jengkol sudah jadi dan siap digoreng. (siswantooke)

12. Pepes Jengkol

   -  Jengkol 1/2 kg
   -  2 lbr Daun salam
   -. 3 btg Serai
   -. 2 siung bawang merah
   -. 3 siung bawang puting
   -. 2 bj kemiri
   -. 1 ruas jari kunyit
   -. 1/4 sd teh garam
   -. 1/4 penyedap rasa
  -. 3 cabe rawit keprek
  -. daun pisang secukupnya

Cara Membuat :
  1. Bawang merah, Bawang putih, kunyit, kemiri diuleg lembut 
  2. Tumis sampai mengeluarkan bau harum
  3. Masukkan serai, daun salam, garam plus penyedap rasa, dan cabai rawit
  4. Masukkan jengkol
  5. Matikan api biarkan dulu sampai meresap bumbunya. 
  6. Bungkus dengan daun pisang.
  7. Setelah dibungkus daun terserah anda>> mau dikukus boleh, mau di taruh diatas magic jar bisa, mau dibakar juga boleh. Pepes jengkol enggak kalah enaknya dengan semur dan rendang jengkol. (resepbisnis)





02 Januari 2012

Membuat Tabel di Blog

Sebenarnya sangat mudah untuk mencantumkan data tabel di posting blog. Ada tiga cara untuk membuat dan mencantumkan tabel, yaitu:
  1. Cukup copy dari tabel di word atau excell (2007 atau versi terakhir) dan paste-kan ke postingan.
  2. Cara lainnya adalah dengan menggunakan jasa situs tableizer. Situs ini menyediakan fasilitas gratis untuk menampilkan data tabel dari word atau excell di postingan anda. Cukup copy paste data tabel anda lalu tableizer mengkonversinya dalam bentuk kode html yang nantinya disematkan dalam postingan.
  3. Cara ketiga adalah dengan membuat tabel sendiri. Adapun kodenya cukup sederhana, yaitu



Bentuknya adalah seperti dalam contoh di bawah ini

kolom 1 dari baris 1 kolom 2 dari baris 1
kolom 1 dari baris 2 kolom 2 dari baris 2


  • warna merah menunjukan ketebalan garis. Angka 1 dapat diganti sesuai dengan tingkat ketebalan.
  • warna biru menunjukan awal dan akhir membuat baris dan kolom tabel
  • Warna hijau menunjukan jumlah cell

Sumber:
http://maestro-bloger.blogspot.com/2007/11/membuat-tabel-pada-blog.html
http://henny-fmh.blogspot.com/2010/06/mudahnya-konversi-tabel-html.html

01 Januari 2012

Pendekatan Fungsional

Meskipun eksplanasi secara fungsional dalam kajian-kajian sosial telah terlihat dalam karyakarya Spencer dan Comte, namun Durkheimlah yang telah meletakkan dasarnya secara tegas dan jelas. Peranan Durkheim ini diakui secara eskplisit oleh R-B. Durkheim secara jelas mengatakan bahwa fenomena sosial seharusnya diekpslain melalui dua pendekatan pokok yang berbeda, yaitu pendekatan historis dan pendekatan fungsional. Analisa fungsional berusaha menjawab pertanyaan mengapa suatu item-item sosial tertentu mempunyai konsekuensi tertentu terhadap operasi keseluruhan sistem sosial. Sementara itu analisa historis berusaha menjawab mengapa item sosial tersebut, bukan item-item sosial yang lain, secara historis yang mempunyai fungsi tersebut. 

Para peneliti sosial, kata Durkheim, harus dapat mengkombinasikan penelitian untuk mencari asal-usul dan sebab (pendekatan historis), di satu pihak, dan penentuan fungsifungsi dari suatu fenomena sosial (pendekatan fungsional), di pihak lain. Kita harus menentukan apakah ada satu hubungan antara kenyataan sosial yang diteliti dengan kebutuhan umum organisme sosial. Kalau ada, maka hubungan tersebut terdiri dari hal-hal apa saja, dan bagaimana prosesnya sehingga hubungan berfungsi tersebut terjadi. Pendekatan fungsional dalam antropologi sosial dipelopori oleh dua orang sarjana Inggris yang hidup sezaman, yaitu R-B dan Malinowski. Meskipun kedua mereka ini sama-sama dipengaruhi oleh Durkheim, namun penafsiran dan pengembangan mereka atas konsep fungsi adalah berbeda satu sama lain. R-B menolak setiap penggunaan konsep fungsi yang tidak dikaitkan dengan struktur sosial, karena itulah pendekatan dasarnya adalah kombinasi dari kedua konsep tersebut: fungsi dan struktur sosial, yang kemudian dikenal dengan nama struktural-fungsionalisme. 

R-B dengan tegas membedakan konsep fungsionalnya dari konsep fungsional Malinowski. Bagi R-B fungsi adalah "kontribusi yang dimainkan oleh sebuah item sosial, atau sebuah institusi sosial, terhadap kemantapan suatu struktur sosial". Sementara itu Malinowski melihat "fungsi" sama seperti "guna", yang dikaitkan dengan kebutuhan psikologis dan biologis manusia. Fungsi dari sebuah item sosial, atau sebuah institusi sosial, menurut Malinowski, adalah "kegunaan dari institusi tersebut dalam memenuhi kebutuhan psiko-biologis individu-individu anggota sebuah masyarakat".

28 Desember 2011

Kujang



DEFINISI
Kujang berasal dari kata kudi dan hyang. Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala. Kudi atau kudhi juga dapat diartikan sebagai alat bantu pekerjaan untuk membelah atau memotong benda keras, seperti parang. Sebagaimana parang, kudi hanya memiliki satu sisi tajam, berbentuk agak melengkung menyerupai celurit tetapi bagian pangkalnya membesar. Bentuk kudi yang lebih langsing dapat dipergunakan sebagai senjata. Senjata kujang dianggap sebagai kembangan dari kudi.

Hyang (dikenal dalam bahasa Melayu, Kawi, Jawa, Sunda, dan Bali) adalah suatu keberadaan spiritual tak kasat mata yang memiliki kekuatan supranatural. Keberadaan spritual ini dapat bersifat ilahiah atau roh leluhur. Kini dalam bahasa Indonesia istilah ini cenderung disamakan dengan Dewa, Dewata, atau Tuhan. Tempat para hyang bersemayam disebut Kahyangan, yang kini disamakan dengan konsep surga.Dalam bahasa Sunda istilah "nga-hyang" berarti "menghilang" atau "tak terlihat". Diduga kata ini memiliki kaitan kebahasaan dengan kata "hilang" dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Pada perkembangannya istilah "hyang" menjadi akar kata beberapa nama, sebutan, dan istilah yang hingga kini masih dikenal di Indonesia (Wikipedia).

Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi.


BAGIAN BAGIAN KUJANG
  1. Papatuk (Congo); bagian ujung kujang yang runcing, gunanya untuk menoreh atau mencungkil.
  2. Eluk (Siih); lekukan-lekukan atau gerigi pada bagian punggung kujang sebelah atas, gunanya untuk mencabik-cabik perut musuh.
  3. Waruga; nama bilahan (badan) kujang.
  4. Mata; lubang-lubang kecil yang terdapat pada bilahan kujang yang pada awalnya lubang- lubang itu tertutupi logam (biasanya emas atau perak) atau juga batu permata. Tetapi kebanyakan yang ditemukan hanya sisasnya berupa lubang lubang kecil. Gunanya sebagai lambang tahap status si pemakainya, paling banyak 9 mata dan paling sedikit 1 mata, malah ada pula kujang tak bermata, disebut “Kujang Buta”.
  5. Pamor; garis-garis atau bintik-bintik pada badan kujang disebut Sulangkar atau Tutul, biasanya mengandung racun, gunanya selain untuk memperindah bilah kujangnya juga untukmematikan musuh secara cepat.
  6. Tonggong; sisi yg tajam di bagian punggung kujang, bisa untuk mengerat juga mengiris.
  7. Beuteung; sisi yang tajam di bagian perut kujang, gunanya sama dengan bagian punggungnya.
  8. Tadah; lengkung kecil pada bagian bawah perut kujang, gunanya untuk menangkis dan melintir senjata musuh agar terpental dari genggaman.
  9. Paksi; bagian ekor kujang yang lancip untuk dimasukkan ke dalam gagang kujang.
  10. Combong; lubang pada gagang kujang, untuk mewadahi paksi (ekor kujang).
  11. Selut; ring pada ujung atas gagang kujang, gunanya untuk memperkokoh cengkeraman gagang kujang pada ekor (paksi).
  12. Ganja (landéan); nama khas gagang (tangkai) kujang.
  13. Kowak (Kopak); nama khas sarung kujang. (Kaskus)
Di antara bagian-bagian kujang tadi, ada satu bagian yang memiliki lambang “ke-Mandalaan”, yakni mata yang berjumlah 9 buah. Jumlah ini disesuaikan dengan banyaknya tahap Mandala Agama Sunda Pajajaran yang juga berjumlah 9 tahap, di antaranya (urutan dari bawah): Mandala Kasungka, mandala Parmana, Mandala Karna, Mandala Rasa, Mandala Séba, Mandala Suda, Jati Mandala, Mandala Samar, Mandala Agung. Mandala tempat siksaan bagi arwah manusia yang ketika hidupnya bersimbah noda dan dosa, disebutnya Buana Karma atau Jagat Pancaka, yaitu Neraka. 

SEJARAH PERKEMBANGAN KUJANG
Kujang sangat identik dengan Sunda Pajajaran masa silam. Sebab, alat ini berupa salah sastu aspek identitas eksistensi budaya Sunda kala itu. Namun, dari telusuran kisah keberadaannya tadi, sampai sekarang belum ditemukan sumber sejarah yang mampu memberitakan secara jelas dan rinci. Satu-satunya sumber berita yang dapat dijadikan pegangan (sementara) yaitu lakon-lakon pantun. Sebab dalam lakon-lakon pantun itulah kujang banyak disebut-sebut. Di antara kisah-kisah pantun yang terhitung masih lengkap memberitakan kujang, yaitu pantun (khas) Bogor sumber Gunung Kendeng sebaran Aki Uyut Baju Rambeng. Pantun Bogor ini sampai akhir abad ke-19 hanya dikenal oleh warga masyarakat Bogor marginal (pinggiran), yaitu masyarakat pedesaan. Mulai dikenalnya oleh kalangan intelektual, setelahnya tahun 1906 C.M. Pleyte (seorang Belanda yang besar perhatiannya kepada sejarah Pajajaran) melahirkan buku berjudul Moending Laja Di Koesoemah, berupa catatan pribadinya hasil mendengar langsung dari tuturan juru pantun di daerah Bogor sebelah Barat dan sekitarnya. Pemberitaan tentang kujang selalu terselip hampir dalam setiap lakon dan setiap episode kisah serial Pantun Bogor, baik fungsi, jenis, dan bentuk, para figur pemakainya sampai kepada bagaimana cara menggunakannya. Malah ungkapan-ungkapan konotatif yang memakai kujang-pun tidak sedikit. Contoh kalimat gambaran dua orang berwajah kembar; “Badis pinang nu munggaran, rua kujang sapaneupaan” atau melukiskan seorang wanita; “Mayang lenjang badis kujang, tembong pamor tembong eluk tembong combong di ganjana” dsb. Demikian pula bendera Pajajaran yang berwarna “hitam putih” juga diberitakan bersulamkan gambar kujang “Umbul-umbul Pajajaran hideung sawaréh bodas sawaréh disulaman kujang jeung pakujajar nu lalayanan”.

Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan
di Sukabumi.

Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.

Sejak sirnanya Kerajaan Pajajaran sampai sekarang, kujang masih banyak dimiliki oleh masyarakat Sunda, yang fungsinya hanya sebagai benda obsolete tergolong benda sejarah sebagai wahana nostalgia dan kesetiaan kepada keberadaan leluhur Sunda pada masa jayanya Pajajaran, di samping yang tersimpan di museum-museum.

Pengabadian kujang lainnya, banyak yang menggunakan gambar bentuk kujang pada lambang-lambang daerah, pada badge badge organisasi kemasyarakatan atau ada pula kujang-kujang tempaan baru (tiruan), sebagai benda aksesori atau cenderamata.

Selain keberadaan kujang seperti itu, di kawasan Jawa Barat dan Banten masih ada komunitas yang masih akrab dengan kujang dalam pranata hidupnya sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda “Pancer Pangawinan” (tersebar di wilayah Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak – Provinsi Banten, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi – Provinsi Jawa Barat). Dan masyarakat “Sunda Wiwitan Urang Kanékés” (Baduy) di Kabupaten Lebak – Provinsi Banten. Dalam lingkungan budaya hidup mereka, tiap setahun sekali kujang selalu digunakan pada upacara “Nyacar” (menebangi pepohonan untuk lahan ladang). Patokan pelaksanaannya yaitu terpatri dalam ungkapan “Unggah Kidang Turun Kujang”, artinya jika bintang Kidang telah muncul di ufuk Timur di kala subuh, pertanda musim “Nyacar” sudah tiba, kujang (Kujang Pamangkas) masanya digunakan sebagai pembuka kegiatan “Ngahuma” (berladang).

BENTUK DAN JENIS KUJANG SERTA FUNGSINYA
Pada zaman masih jayanya kerajaan Pajajaran, kujang terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya:
1. Kujang Ciung; yaitu kujang yang bentuknya dianggap menyerupai burung Ciung.
2. Kujang Jago; kujang yang bentuknya menyerupai ayam jago.
3. Kujang Kuntul; kujang yang menyerupai burung Kuntul.
4. Kujang Bangkong; kujang yang menyerupai bangkong (kodok).
5. Kujang Naga; kujang yang bentuknya menyerupai naga.
6. Kujang Badak; kujang berbadan lebar dianggap seperti badak.
7. Kudi; perkakas sejenis kujang.

Berdasarkan jenisnya, kujang memiliki fungsi sebagai:
1. Kujang Pusaka; yaitu kujang sebagai lambang keagungan seorang raja atau pejabat kerajaan lainnya dengan kadar kesakralannya sangat tingi seraya memiliki tuah dan daya gaib tinggi.
2. Kujang Pakarang; yaitu kujang untuk digunakan sebagai alat berperang dikala diserang musuh.
3. Kujang Pangarak; yaitu kujang bertangkai panjang seperti tombak sebagai alat upacara.
4. Kujang Pamangkas; kujang sebagai alat pertanian (perladangan). 

KELOMPOK PEMAKAI KUJANG
Meskipun perkakas kujang identik dengan keberadaan Kerajaan Pajajaran pada masa silam, namun berita Pantun Bogor tidak menjelaskan bahwa alat itu dipakai oleh seluruh warga masyarakat secara umum. Perkakas ini hanya digunakan oleh kelompok tertentu, yaitu para raja, prabu anom (putera mahkota), golongan pangiwa, golongan panengen, golongan agama, para puteri serta kaum wanita tertentu, para kokolot. Sedangkan rakyat biasa hanya menggunakan perkakas-perkakas lain seperti golok, congkrang, sunduk, dsb. Kalaupun di antaranya ada yang menggunakan kujang, hanya sebatas kujang pamangkas dalam kaitan keperluan berladang.

Setiap menak (bangsawan), para pangagung (pejabat negara) sampai para kokolot, dalam pemilikan kujang, tidak sembarangan memilih bentuk. Namun, hal itu ditentukan oleh status sosialnya masing-masing. Bentuk kujang untuk para raja tidak boleh sama dengan milik balapati. Demikian pula, kujang milik balapati mesti berbeda dengan kujang miliknya barisan pratulup, dan seterusnya.
  1. Kujang Ciung mata-9: hanya dipakai khusus oleh Raja;
  2. Kujang Ciung mata-7: dipakai oleh Mantri Dangka dan Prabu Anom;
  3. Kujang Ciung mata-5: dipakai oleh Girang Seurat, Bupati Pamingkis,dan para Bupati Pakuan;
  4. Kujang Jago: dipakai oleh Balapati, para Lulugu, dan Sambilan;
  5. Kujang Kuntul: dipakai oleh para Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu Patih Jaba, dan Patih Palaju), juga digunakan oleh para Mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paséban, Mantri Layar,Mantri Karang, dan Mantri Jero);
  6. Kujang Bangkong: dipakai oleh Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Alas, Guru Cucuk;
  7. Kujang Naga: dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Awara, Tangtu, Jaro Gambangan;
  8. Kujang Badak: dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, parajurit, Paratulup, Sarawarsa, para Kokolot.

Selain diperuntukkan bagi para pejabat tadi, kujang digunakan pula oleh kelompok agama, tetapi kesemuanya hanya satu bentuk yaitu Kujang Ciung, yang perbedaan tahapannya ditentukan oleh banyaknya “mata”. Kujang Ciung bagi peruntukan Brahmesta (pendeta agung negara) yaitu yang bermata-9, sama dengan peruntukan raja. Kujang Ciung bagi para Pandita bermata-7, para Geurang Puun, Kujang Ciung bermata-5, para Puun Kujang Ciung bermata-3, para Guru Tangtu Agama dan para Pangwereg Agama Kujang Ciung bermata-1.

Di samping masing-masing memiliki kujang tadi, golongan agama menyimpan pula Kujang Pangarak, yaitu kujang yang bertangkai panjang yang gunanya khusus untuk upacara-upacara sakral seperti Upacara Bakti Arakana, Upacara Kuwera Bakti, dsb., malah kalau dalam keadaan darurat, bisa saja dipakai untuk menusuk atau melempar musuh dari jarak jauh. Tapi fungsi utama seluruh kujang yang dimiliki oleh golongan agama, sebagai pusaka pengayom kesentosaan seluruh isi negara.
Kelompok lain yang juga mempunyai kewenangan memakai kujang yaitu para wanita Menak (Bangsawan) Pakuan dan golongan kaum wanita yang memiliki fungsi tertentu, seperti para Puteri Raja, para Puteri Kabupatian, para Ambu Sukla, Guru Sukla, para Ambu Geurang, para Guru Aés, dan para Sukla Mayang (Dayang Kaputrén). Kujang bagi kaum wanita ini, biasanya hanya terdiri dari Kujang Ciung dan Kujang Kuntul. Hal ini karena bentuknya yang langsing, tidak terlalu “galabag” (berbadan lebar”, dan ukurannya biasanya lebih kecil dari ukuran kujang kaum pria.
Untuk membedakan status pemiliknya, kujang untuk kaum wanita pun sama dengan untuk kaum pria, yaitu ditentukan oleh banyaknya mata, pamor, dan bahan yang dibuatnya. Kujang untuk para puteri kalangan menak Pakuan biasanya kujang bermata-5, Pamor Sulangkar, dan bahannya dari besi kuning pilihan. Sedangkan (kujang) wanita fungsi lainnya kujang bermata-3 ke bawah malah sampai Kujang Buta, Pamor Tutul, bahannya besi baja pilihan.

Kaum wanita Pajajaran yang bukan menak tadi, di samping menggunakan kujang ada pula yang memakai perkakas “khas wanita” lainnya, yaitu yang disebut Kudi, alat ini kedua sisinya berbentuk sama, seperti tidak ada bagian perut dan punggung, juga kedua sisinya bergerigi seperti pada kujang, ukurannya rata-rata sama dengan ukuran “Kujang Bikang” (kujang pegangan kaum wanita), langsing, panjang kira-kira 1 jengkal termasuk tangkainya, bahannya semua besi-baja, lebih halus, dan tidak ada yang memamai mata.
 
PROSES PEMBUATAN KUJANG
Pada zamannya Kerajaan Pajajaran Sunda masih jaya, setiap proses pembuatan benda-benda tajam dari logam termasuk pembuatan senjata kujang, ada patokan-patokan tertentu yang harus dipatuhi, di antaranya:
1. Patokan Waktu
Mulainya mengerjakan penempaan kujang dan benda-benda tajam lainnya, ditandai oleh munculnya Bintang Kerti, hal ini terpatri dalam ungkapan “Unggah kidang turun kujang, nyuhun kerti turun beusi”, artinya ‘Bintang Kidang mulai naik di ufuk Timur waktu subuh, pertanda masanya kujang digunakan untuk “nyacar” (mulai berladang). Demikian pula jika Bintang Kerti ada pada posisi sejajar di atas kepala menyamping agak ke Utara waktu subuh, pertanda mulainya mengerjakan penempaan benda-benda tajam dari logam (besi-baja)’. Patokan waktu seperti ini, kini masih berlaku di lingkungan masyarakat “Urang Kanékés” (Baduy).
2. Kesucian “Guru Teupa” (Pembuat Kujang)
Seorang Guru Teupa (Penempa Kujang), waktu mengerjakan pembuatan kujang mesti dalam keadaan suci, melalui yang disebut “olah tapa” (berpuasa). Tanpa syarat demikian, tak mungkin bisa menghasilkan kujang yang bermutu. Terutama sekali dalam pembuatan Kujang Pusaka atau kujang bertuah. Di samping Guru Teupa mesti memiliki daya estetika dan artistika tinggi, ia mesti pula memiliki ilmu kesaktian sebagai wahana keterampilan dalam membentuk bilah kujang yang sempurna seraya mampu menentukan “Gaib Sakti” sebagai tuahnya.
3. Bahan Pembuatan Kujang
Untuk membuat perkakas kujang dibutuhkan bahan terdiri dari logam dan bahan lain sebagai pelengkapnya, seperti:
  1. Besi, besi kuning, baja, perak, atau emas sebagai bahan membuat waruga (badan kujang) dan untuk selut (ring tangkai kujang).
  2. Akar kayu, biasanya akar kayu Garu-Tanduk, untuk membuat ganja atau landean (tangkai kujang). Akar kayu ini memiliki aroma tertentu.
  3. Papan, biasanya papan kayu Samida untuk pembuatan kowak atau kopak (sarung kujang). Kayu ini pun memiliki aroma khusus.
  4. Emas, perak untuk pembuatan “mata” atau “pamor” kujang pusaka ataukujang para menak Pakuan dan para Pangagung tertentu. Selain itu, khusus untuk “mata” banyak pula yang dibuat dari batu permata yang indah-indah.
  5. Peurah” (bisa binatang) biasanya “bisa Ular Tiru”, “bisa Ular Tanah”, “Bisa Ular Gibug”, ”bisa Kelabang” atau “bisa Kalajengking”. Selain itu digunakan pula racun tumbuh-tumbuhan seperti ”getah akar Leteng” “getah Caruluk” (buah Enau) atau “serbuk daun Rarawea”, dsb. Gunanya untuk ramuan pelengkap pembuatan “Pamor”. Kujang yang berpamor dari ramuan racun-racun tadi, bisa mematikan musuh meski hanya tergores.
  6. “Gaib Sakti” sebagai isi, sehingga kujang memiliki tuah tertentu. Gaib ini terdiri dari yang bersifat baik dan yang bersifat jahat, bisa terdiri dari gaib Harimau, gaib Ulat, gaib Ular, gaib Siluman, dsb. Biasanya gaib seperti ini diperuntukan bagi isi kujang yang pamornya memakai ramuan racun sebagai penghancur lawan. Sedangkan untuk Kujang Pusaka, gaib sakti yang dijadikan isi biasanya para arwah leluhur atau para “Guriyang” yang memiliki sifat baik, bijak, dan bajik.
4. Tempat (Khusus) Pembuatan Kujang
Tempat untuk membuat benda-benda tajam dari bahan logam besi-baja, baik kudi, golok, sunduk, pisau, dsb. Dikenal dengan sebutan Gosali, Kawesen, atau Panday. Tempat khusus untuk membuat (menempa) perkakas kujang disebut Paneupaan. Seperti dalam lakon Pantun Bogor kisah “Kalangsunda Makalangan” terdapat ungkapan yang menggamvarkan kemiripan rupa tokoh Kumbang Bagus Setra dan Rakean Kalang Sunda dengan kalimat berbunyi: “Yuni Kudi sa-Gosali, rua Kujang sa-Paneupaan”, ungkapan tersebut mengindi-kasikan bahwa istilah “Paneupaan” benar-benar berupa nama untuk tempat pembuatan perkakas kujang. Hal ini lebih diperjelas lagi dengan sebutan “Guru Teupa” bagi si pembuat kujang, yang mungkin sederajat dengan “Empu” pembuat keris di lingkungan masyarakat Jawa.

CARA MEMBAWA KUJANG
Membawa perkakas kujang tidak hanya satu cara, namun tergantung kepada bentuk dan ukuran besar kecilnya dan kadar kesakralannya.
  1. Disoren; yaitu digantungkan pada pinggang sebelah kiri dengan menggunakan sabuk atau tali pengikat yang diikatkan ke pinggang. Yang dibawa dengan cara disoren ini, Kujang Galabag (berbadan lebar) seperti Kujang Naga dan Kujang Badak sebab kowaknya (sarungnya) cukup lebar.
  2. Ditogel; yaitu dengan cara diselipkan pada sabukdi depan perut tanpa menggunakan tali pengikat. Kujang yang dibawa dengan cara ini yaitu Kujang Bangking (kujang berbadan kecil) seperti Kujang Ciung, Kujang Kuntul, Kujang Bangkong, Kujang Jago, Kudi yang ukuran kowaknya pun lebih kecil. Demikian pula kujang yang termasuk “Kujang Ageman” (bertuah) selalu dibawa dengan cara ditogel.
  3. Dipundak; yaitu dengan cara dipikul tangkainya yang panjang, seperti membawa tombak. Yang dibawa dengan cara demikian hanya khusus Kujang Pangarak, karena memiliki tangkai panjang.
  4. Dijinjing; yaitu dengan cara ditenteng, dipegang tangkainya. Kujang yang dibawa dengan cara ini hanya Kujang pamangkas, sebab kujang ini tidak memakai sarung (kowak) alias telanjang.

CARA MENGGUNAKAN KUJANG
Tersebar berita, bahwa cara menggunakan kujang konon dengan cara dijepit ekornya (paksi-nya) yang telanjang tanpa “ganja” (tangkai) menggunakan ibu jari kaki. Sedangkan cara lain, yaitu dengan dijepit menggunakan telunjuk dan ibu jari kemudian ditusuk-tusukan ke badan lawan. Alasan mengapa cara menggunakannya demikian, sebab katanya kujang memang berupa senjata “telanjang” tanpa tangkai dan tanpa sarung (kowak).

Jika para Guru Teupa penempa Kujang Pajajaran sengaja membuatnya demikian, hal itu merupakan pekerjaan tanpa perhitungan. Sebab dilihat dari bentuk ekor (paksi) kujang yang banyak ditemukan, bentuknya sama seperti ekor senjata tajam lainnya yang lazim memakai gagang (tangkai) seperti golok, arit, pisau, dsb. Dengan cara menggunakannya seperti diutarakan tadi, sedikitnya ia akan terluka jari jemari kakinya ataupun jari jemari tangannya. Lain halnya jika bentuk ekornya tadi dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dijepit dengan jari jemarinya.

PEMILIK KUJANG
pada zaman Kerajaan Pajajaran masih berdiri, senjata kujang hanya boleh dimiliki oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu berdasarkan status sosialnya dalam masyarakat, seperti: raja, prabu anom (putera mahkota), golongan pangiwa, golongan panengen, golongan agama, para puteri serta kaum wanita tertentu, dan para kokolot. Sedangkan bagi rakyat kebanyakan, hanya boleh mempergunakan senjata tradisional atau pakakas, seperti golok, congkrang, sunduk, dan kujang yang fungsinya hanya digunakan untuk bertani dan berladang.

Setiap orang atau golongan tersebut memiliki kujang yang jenis, bentuk dan bahannya tidak boleh sama. Misalnya, kujang ciung yang bermata sembilan buah hanya dimiliki oleh Raja, kujang ciung bermata tujuh buah hanya dimiliki oleh Mantri Dangka dan Prabu Anom, dan kujang ciung yang bermata lima buah hanya boleh dimiliki oleh Girang Seurat, Bupati Pamingkis dan Bupati Pakuan. Selain oleh ketiga golongan tersebut, kujang ciung juga dimiliki oleh para tokoh agama. Misalnya, kujang ciung bermata tujuh buah hanya dimiliki oleh para pandita atau ahli agama, kujang ciung bermata lima buah dimiliki oleh para Geurang Puun, kujang ciung bermata tiga buah dimiliki oleh para Guru Tangtu Agama, dan kujang ciung bermata satu buah dimiliki oleh Pangwereg Agama. Sebagai catatan, para Pandita ini sebenarnya memiliki jenis kujang khusus yang bertangkai panjang dan disebut kujang pangarak. Kujang pangarak umumnya digunakan dalam upacara-upacara keagamaan, seperti upacara bakti arakan dan upacara kuwera bakti sebagai pusaka pengayom kesentosaan seluruh negeri.

Begitu pula dengan jenis-jenis kujang yang lainnya, seperti misalnya kujang jago, hanya boleh dimiliki oleh orang yang mempunyai status setingkat Bupati, Lugulu, dan Sambilan. Jenis kujang kuntul hanya dipergunakan oleh para Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu, Patih Jaba, dan Patih Palaju) dan Mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paseban, Mantri Layar, Mantri Karang, dan Mantri Jero). Jenis kujang bangkong dipergunakan atau dibawa oleh Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Alas, dan Guru Cucuk. Jenis kujang naga dipergunakan oleh para Kanduru, Para Jaro (Jaro Awara, Jaro Tangtu, dan Jaro Gambangan). Dan, kujang badak dipergunakan oleh para Pangwereg, Pamatang, Panglongok, Palayang, Pangwelah, Baresan, Parajurit, Paratutup, Sarawarsa, dan Kokolot.

Sedangkan, kepemilikan kujang bagi kelompok wanita menak (bangsawan) dan golongan wanita yang mempunyai tugas dan fungsi tertentu, misalnya Putri Raja, Putri Kabupatian, Ambu Sukla, Guru Sukla, Ambu Geurang, Guru Aes, dan para Sukla Mayang (Dayang Kabupatian), kujang yang dipergunakan adalah kujang ciung dan kujang kuntul. Sementara untuk kaum perempuan yang bukan termasuk golongan bangsawan, biasanya mereka mempergunakan senjata yang disebut kudi. Senjata kudi ini berbahan besi baja, bentuk kedua sisinya sama, bergerigi dan ukurannya sama dengan kujang bikang (kujang yang dipergunakan wanita) yang langsing dengan ukuran panjang kira-kira satu jengkal (termasuk tangkainya).
JENIS KUJANG DAN PEMEGANGNYA

KUJANG CIUNG Mata 9
- Pegangan Raja-raja Sunda
- Brahmesta(Pandita Agung)

KUJANG CIUNG mata 7
- Prabu Anom
- Mantri Dangka
- Pandita

KUJANG CIUNG mata 5
- Geurang Serat
- Bupati
- Geurang Puun

KUJANG CIUNG mata 5 Wesi Kuning
- Para Putri Menak Pakuan

KUJANG CIUNG mata 3
- Para Puun

KUJANG CIUNG mata 1
- Guru Tangtu Agama
- Pangwereg Agama

KUJANG JAGO mata 4
- Para Balapati
- Para Lulugu
- Para Sambilan

KUJANG KUNTUL mata 4
- Para Patih

KUJANG BANGKONG
- Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Teupa, Guru Cucuk, Guru Alas, jsb

KUJANG NAGA
- Para Kanduru
- Para Jaro

KUJANG BADAK
-Pangwereg, Pamatang, Palongok, Palayang, Bareusan, Parajurit, Pangwelah, Paratulup, Pangawin, Kokolot, Sarawarsa.


Sumber:
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Hyang
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Kudi
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Kujang
  • http://www.kaskus.us/showthread.php?t=10318687
  • Nandang. 2004. Senjata Tradisional Jawa Barat. Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung
  • wahyukujang.wordpress.com
  • budi "DALTON" art.

Struktural Fungsionalisme dan Strukturalisme Levi – Staruss

Mahzab strukturalisme yang berkembang, bermula dari konsep Linguistik Struktural yang dikembangkan oleh Saussure. Menurutnya, bahasa sebagai sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tahapan tunggal sementara (single temporal plane). Saussure membedakan tiga jenis bahasa dalam konsepnya, yaitu Signifier – Signified, Arbitrer, dan Differences. Signifier dan Signified berbeda satu sama lain. Signifier adalah petanda, bisa dipahami karena adanya signified. Sedangkan signified adalah penanda, apapun yang ditangkap oleh panca indera. Misalnya saja MACAN, bunyi M-A-C-A-N dan konsep MACAN adalah hal yang berbeda. Bunyi M-A-C-A-N adalah signifier, sedangkan konsep MACAN adalah signified. Ketika bunyi M-A-C-A-N dilontarkan maka konsep MACAN yang terwujudkan dengan bentuk macan itu sendiri akan muncul. Dengan demikian maka kata macan selalu merepresentasikan macan yang ideal. Arbitrer adalah sembarang. M-A-C-A-N bisa menjadi konsep MACAN, tidak ada sebab khusus bahwa tulisan macan menandakan konsep macan. Bunyi macan yang menggambarkan seekor macan, tidak ada sebab khusus antara macan sebagai bunyi bahasa dan macan sesungguhnya. Semuanya adalah sembarang, tidak memiliki sebab khusus. Difference adalah perbedaan. Bahasa dibentuk berdasarkan rantai perbedaan-perbedaan yang membentuk jaringan. Konsep “macan” ada karena hubungannya dengan konsep “non-macan”, misalnya, harimau, serigala, ayam, dll. Perbedaan inilah yang menjadi elemen dasar struktur pembentukan bahasa. Bahasa diaggap sebagai alat representasi ideal. Sebagai pemakai bahasa—terlepas dari kemampuan alat artikulasi mencipta bunyi—kita tunduk pada struktur jaringan tersebut (differences yang membentuk grammar). Kita tidak menciptakan bahasa, melainkan bahasa menciptakan kita. “Language that speaks us” (Heidegger). Kemudian strukturalisme yang dikembangkan oleh Lévi-Strauss adalah beberapa konsep cara berpikir akal manusia yang dianggapnya elementer dan yang karena itu bersifat universal (Koentjaraningrat, 1987: 233). Dalam melihat struktur bahasa, Strauss tetap menggunakan metode linguistik Saussure untuk menginvestigasikan kebudayaan. Kebudayaan bisa direduksi ke dalam bentuk oposisi biner (0-1). Maksudnya adalah adanya elaborasi dari differences, hubungan hirarkis dengan prinsip umum 0-1, pemahaman bahwa 0-1 selalu bersifat berlawanan dan beroposisi, serta relasi antara 0 dan 1 bersifat natural, stabil, dan objektif. Strukturalisme disini bersifat anti-humanis, untuk memahami struktur, manusia sebagai subjek harus dipisahkan secara radikal dari kebudayaan. Tugas antropologi struktural disini adalah untuk melakukan investigasi terhadap deep structure. Misalnya dalam menganalogikan orkes simfoni. Seorang struktural-fungsionalis akan datang ke konser musik dan tertarik pada peranan-peranan dan status-status yang membentuk organisasi sosial orkes simfoni. Kemudian dia akan meminta partitur dan menginvestigasi deep structure lewat susunan nada, aransemen sebagai fakta “matematis”, oposisi biner yang objektif. Sedangkan post-stukturalisme muncul sebagai reaksi atau pisau dari strukturalisme yang sinkronis dan anti-humanistis. Hal itu dilakukan dengan cara mengembalikan dimensi subjek dan waktu dalam mengalami struktur. Tokoh utama yang paling berpengaruh pada era kritik strukturalisme adalah seorang filsuf perancis Jacques Derrida. Selain itu, ahli teori kebudayaan Michael Foucault juga berperan penting dalam kemunculan post strukturalisme. Derrida mengkategorikan lima hal dalam melihat struktur di masyarakat, yaitu Différance, Différance dan lokasi makna, Deconstruction, Truth, dan Identity. Différance adalah suatu proses bersamaan antara membedakan (differ); dan menunda (defferal) dalam mengerti meaning. Teks (dalam artian harafiah) menjadi fokus utama karena merupakan elemen satu-satunya yang memiliki makna sendiri dan stabil. Di luar teks, pemahaman akan makna kita terbentuk oleh proses Différance yang membuat multiple meanings, dan (makna) tidak stabil. Différance dan lokasi makna. Derrida setuju bahwa makna hadir karena chain of differences, (Saussure), tapi pemaknaan manusia (sebagai speaking subject) selalu mengalami penundaan (defer). Akibatnya pemaknaan tidak pernah sampai ke pendengar secara sempurna. Lalu, konsekuensinya adalah relasi signifier-signified tidak pernah stabil. Jika menurut Saussure, makna berada di luar kata (signifier) yaitu dalam alam konseptual dan merupakan hasil konvensi kebahasaan. Namun, menurut Derrid, makna “yang sesungguhnya” berada dalam kata (bersenyawa). Manusia memperoleh makna teks secara “aksidental” sebagai sesuatu yang ambigu, dan multiple meanings (akibat defferal). Pemaknaan adalah proses yang terjadi di jembatan antara 0 dan 1. Deconstruction. Sebuah makna tidak pernah sempurna (floating), oleh karena itu konstruksi deep structure selalu bersifat labil, ambigu dan temporer. Satu-satunya yang “tersisa” adalah kata sebagai unit terkecil yang mendefinisikan diri sendiri (self-defined). Dekonstruksi membuka kemungkinan baru dalam peristiwa relasi self – other yang tidak dibahas strukturalisme, yaitu proses. Truth adalah kebenaran. Truth dilihat sebagai konstruksi yang bisa dibongkar karena kebenaran hakiki (the ultimate truth) hanya ada dalam alam teks dalam arti harfiah. Kebenaran disini tidaklah bersifat kekal, melainkan temporer, ambigu, dan mengandung banyak arti dan makna. Identity adalah tinjauan kritis terhadap konstruksi dan dekonstruksi sampai pada kategori sosial terkecil yaitu identitas sosial. Identitas tidak lagi dipandang sebagai kategori sosial yang mapan (fixed), tapi selalu berada dalam wilayah “in-between” yang “ambigu” (antara 0 dan 1, self-other). Maka bisa saja saling bertentangan, saling berkompetisi, bisa tersembunyi sebagai residu untuk kemudian muncul sebagai sesuatu yang lain. Batas antara identitas adalah hasil difference, tapi mekanisme oposisi biner. Self-Other, Us-We, Inside-Outside bisa sangat subjektif dan seringkali tergantung pada Power. Maka studi-studi identitas marginal menjadi terkuak, seperti black people, gay, transvestites, asylum seekers, refugees, borderlanders, post-colonial subjects, diasporic culture. Kemudian faucoult muncul atas reaksi terhadap strukturalisme Saussure yang menekankan pada relasi-relasi difference dalam sistem bahasa untuk memahami tanda. Menurutnya, sejarah yang membentuk umat manusia bukan terbangun oleh relasi-relasi difference kebahasaan, melainkan relasi-relasi antar power dalam arus sejarah. Ada banyak hal yang dapat berguna bagi antropolog yang menggunakan mahzab post-strukturalisme untuk mempelajari kebudayaan. Antropolog akan melihat bahwa pemahaman akan sebuah bahasa adalah hal yang penting. Dia tidak bisa menganggap sebuah kata yang dimengerti itu dapat dimengerti dengan konsep yang sama oleh orang lain. Proses yang terjadi di dalam pemaknaan sebuah kata juga akan diperhitungkan, tidak semuanya dapat diterima dengan mudahnya. Antropolog juga harus mengembalikan dimensi subjek dan waktu dalam mengalami dan memahami struktur. Manusia, sebagai subjek, dianggap sebagai hal yang penting dalam memahami sebuah struktur, serta waktu yang terjadi didalamnya, atau sejarah. Dalam memahami sebuah struktur, antropolog juga tidak boleh menghilangkan kebenaran. Di setiap penelitiannya, tidak semua hal yang dikatakan dan dilihat pada waktu yang singkat dapat dianggap benar karena kebenaran itu temporer. Kemudian pembentukan identitas yang berlaku di masyarakat juga dipengaruhi oleh sebuah ‘power’. Power ini lah yang membentuk dan mengkonstruksi identitas yang berlaku di masyarakat. Oleh sebab itu, antropolog harus melihat struktur dari berbagai lapisan. Tidak hanya dari satu lapisan yang memiliki power dan menjadi dominan. Madzhab ini akan lebih membuat seorang antropolog dapat lebih mudah menggambarkan dan mengerti akan sebuah kebudayaan, dan kebudayaan itu bersifat benar, tidak ada unsur yang dihilangkan karena banyak kemungkinan yang terjadi dapat diperhitungkan. Kebudayaan itu bersifat kompleks, maka madzhab ini lah yang dapat menginterpretasikannya. 

Sumber:
Sri Fitri Ana, Antroplogi, Universitas Indonesia

Rancangan Penelitian Etnografi menurut Creswell

Rancangan penelitian etnografi menurut Creswell (2003) yaitu setelah menentukan jenis pendekatan penelitian (kualitatif, kuantitatif, atau metode campuran) langkah selanjutnya adalah merancang atau merencanakan penelitan. Langkah ini diawali dengan membuat pendahuluan proposal sebagai proses mengatur dan menulis gagasan awal. Peneliti perlu menerapkan model diferensiasi ketika menulis pendahuluan karena komponen-komponen utama dalam pendahuluan adalah menunjukan diferensiasi-diferensiasi dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
Tujuan pendahuluan adalah membangun kerangka penelitian sehingga pembaca dapat memahami bagaimana penelitian tersebut berhubungan dengan penelitian-penelitian yang lain. Pendahuluan menjelaskan suatu isu yang dapat menuntun pada penelitian. Pendahuluan harus membuat pembaca tertarik pada topik penelitian, menjabarkan masalah yang dapat menuntun pada penelitian, meletakan penelitian dalam konteks yang lebih luas, dan menjangkau audien tertentu.
Masalah penelitan merupakan masalah atau isu yang menuntun pada keharusan dilaksanakannya penelitan tersebut. Masalah bisa timbul dari berbagai sumber. Bisa dari perasaan peneliti, dari perdebatan, literatur-literatur, atau dari kebijakan pemerintahan. Masalah bisa sangat beragam. Peneliti harus jelas melakukan identifkasi masalah penelitian.
Pendahuluan pada umumnya selalu mengikuti pola yang sama, yaitu: menyatakan rumusan masalah, lalu menjustifikasi mengapa masalah tersebut perlu diteliti. Pada proyek kualitatif, peneliti mendeskripsikan masalah penelitian yang benar-benar mudah dipahami dengan cara mengeksplorasi suatu konsep atau fenomena tertentu. Penelitian kualitatif bersifat eksploratoris, dan peneliti memanfaatkan pendahuluan untuk mengeksplorasi suatu topik yang tidak bisa diidentifikasi variable-variabel ataupun teorinya.
Penelitian kualitatif juga fokus pada perspektif partisipan. Pendahuluan kualitatif bisa dimulai dengan pernyataan-pernyataan personal dari peneliti tentang pengalama pribadi memandang suatu fenomena secara subtansial seperti pada penelitian fenomenologis (Moustakas, 1994).
Metode campuran dapat memilih untuk lebih mengutamakan pendekatan kualitatif atau kuantitatif (atau dikombinasikan keduanya dalam pendahuluan). Namun dari ketiga jenis penelitan tersebut komponen utama yang perlu dimasukan ke dalam pendahuluan pada umumnya berhubungan dengan jenis-jenis masalah yang dibahas. Untuk itu diperlukan suatu model ilustratif tentang bagaimana pendahuluan yang baik tanpa perlu memandang pendekatan-pendekatan dan komponen-komponen yang harus disertakan.
Model diferensiasi pendahuluan terdiri dari masalah penelitian, penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas masalah tersebut, kekurangan-kekurangan (difisiencies) dalam penelitian-penelitan sebelumnya, pentingnya penelitian untuk audiens tertentu, dan tujuan penelitan.
Peneliti harus memandang literatur dengan pola segitiga terbalik. Pada ujung segitiga itu terdapat penelitian yang diajukan. Penelitian ini haruslah sempit dan terfokus. Setelah menjabarkan masalah penelitian dan mereview sejumlah penelitian lain yang relevan, peneliti kemudian mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penelitian tersebut. Identifikasi semacam ini sering dikenal dengan istilah model difisiensi. Peneliti hendaknya menulis alasan atau rasionalisasi tentang pentingnya penelitian yang diajukan.
Menurut Locke (2007:9), tujuan penelitian berarti menunjukan “mengapa ingin melakukan penelitian dan apa yang ingin dicapai.” Dikenal dengan tujuan-tujuan penelitian karena ia menggambarkan tujuan-tujuan dilakukannya penelitian dalam satu atau beberapa kalimat. Dalam proposal peneliti haruslah membedakan secara jelas antara tujuan penelitian, masalah penelitian, dan rumusan masalah. Tujuan penelitian mengindikasikan maksud penelitian, dan bukan masalah atau isu yang dapat menuntun pada keharusan diadakannya penelitian. Tujuan penelitian bukanlah rumusan masalah penelitian yang didalamnya mengandung sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang akan terjawab dalam penelitian. Tujuan penelitian adalah kumpula pernyataan yang menjelaskan sasaran, maksud-maksud, atau gagasan-gagasan umum diadakanya suatu penelitian.
Tujuan penelitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipasi penelitian, dan lokasi penelitian. Tujuan penelitan kualitatif juga bisa menyatakan rancangan penelitian yang dipilih. Tujuan penelitian kuantitatif meliputi variable-variabel dalam penelitian dan hubungannya antar variabel tersebut, para partisipan dan lokasi penelitan. Tinjauan ini ditulis dengan bahasa-bahasa yang berhubungan dengan penelitian kualitatif. Pada uraian tujuan penelitian harus menunjukan variable bebas dan variable terikat, serta variable lain (antara) seperti mediate, moderate, atau control, yang digunakan dalam penelitian. Sebutkan juga jenis strategi penelitian seperti survei atau eksperimen. Jangan lupa juga untuk mendefinisikan variable-variabel kunci.

Tujuan metode campuran berisi tujuan penelitian secara keseluruhan, informasi mengenai unsur-unsur penelitan kuantitatif dan kualitatif, dan alasan rasionalisasi mencampur dua unsur tersebut untuk masalah penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti menyatakan rumusan masalah, bukan sasaran penelitian (seperti hasil-hasil akhir yang ingin diperoleh dalam penelitian) ataupun hipotesis-hipotesis. Rumusan masalah untuk penelitian kualitatif mengandaikan dua bentuk: satu rumusan masalah utama dan beberapa subrumusan masalah spesifik. Rumusan masalah utama merupakan pertanyaan-pertanyaan umum tentang konsep atau fenomena yang diteliti. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor kompleks yang berada di sekitar fenomena utama dan menyajikan perspektif-perspektif atau makna-makna yang beragam dari para partisipan.

Teori dalam penelitian kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan yang berbeda. Pertama dalam penelitian kualitatif teori sering kali digunakan sebagai penjelasan atas perilaku dan sikap-sikap tertentu. Kedua peneliti kualitatif seringkali menggunakan perspektif teoritis sebagai panduan umum untuk meneliti misalnya gender atau kelas. Ketiga teori seringkali digunakan sebagai poin akhir penelitian pada penelitian kualitatif. Keempat, beberapa penelitian kualitatif tidak menggunakan teori yang terlalu eksplisit.

Sumber:
Sri Fitri Ana, Antropologi, Universitas Indonesia

 
Design by Automotive | Bloggerized by Free Blogger Templates | Hot Deal